gravatar

FASBUK Dengan Tema Lagu Baru Ibu Menjadikan Kreatifitas Harus Dipertahankan

KUDUS-ISK-Banyak ahli menyatakan bahwa seni bermula tahapan kerinduan pada suatu hal atau wujud dari ritual tertentu, salah satunya berupa gerak tari. Sejarah mencatat, ritual hujan banyak dilakukan Sang Dukun sembari menari, ataupun gerak wong-wong lawas yang ingin memerangi wabah penyakit dengan gerakan-gerakan yang nampaknya ajeg, monoton namun sesungguhnya kaya makna.
Rabu, 30 April 2014, FASBUK (Forum Apresiasi Sastra dan Budaya Kudus) bekerja sama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation, Universitas Muria Kudus dan Sekam menyelenggarakan pagelaran tari kontemporer dengan tajuk “Lagu Baru Ibu” dengan penampil antara lain Sekar Jaturampe, SOS dan juga refleksi dan spontanitas teman-teman muda menyambut hari tari se-dunia.

Penampil pertama, digeliatkan oleh remaja putri yang tergabung dalam kelompok SOS. Tak kurang selama empat menit, komposisi tari modern, baju seksi namun tidak seronok, banyak kibasan rambut, disajikan apik dan menarik. Pengunjungpun sejenak terbius suasana. Penampil berikutnya adalah Sekar Jaturampe (nama yang terbilang baru). Ia memulai dengan gerakan lambatnya, sesekali menatap penonton, sesekali trance dalam gerak menimang, memondong, serta melindungi. Ya, tari kontemporer berjudul “Mon Courage Fils” ini mengisahkan metamorfose seorang wanita sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan indah dan lembut namun dibalik itu mempunyai kekuatan manakala menghadapi berbagai bujuk dan goda dunia modern. Meski dengan properti minimalis yakni berupa balut kain batik merah nyala buatan seniman batik lokal Laneno Machiavelist), Ia tetap tampil anggun dan sangat medoki.

Tampilan berikutnya adalah sajian spontan yang ditawarkan oleh ketua panitia Pendaratan Tidak Sempurna/Mophet Sk) pada penonton. Ia ingin membuktikan slogan bahwa gerak dasar tari adalah gelegak erotisme. Sejenak, penonton tampak belum siap, namun dalam hitungan menit berikutnya, satu-persatu jiwa muda pun terpanggil untuk berani maju.

Gila! Mereka terlibat dalam persekutuan alun musik yang menggerakan tubuh secara eksotis dan alami. Memang, untuk satu gerak erotisme, mereka cenderung gagal. Namun untuk saji tari dengan basic harmoni, ekspresi seni, serta pose keanggunan gerak, mereka berhasil bahkan tak kalah dengan para penari kontemporer lainnya. Ya, pada sebuah anomali musim, rasanya tarian mereka di FASBUK ini menjelma jadi doa dan harapan, bahwa kreativitas harus dipertahankan, dan pukau estetika layak untuk dirindui.

Sumber: Anton Gendhon

@Sang_P