gravatar

Honor Menunggu Lelangan Bengkok Desa

Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi di belakang Balai Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo, memiliki ruangan yang tidak terlalu lebar. Terlihat anak-anak bermain dengan riangnya di lokasi tersebut. Di ruangan itu, diisi sebanyak 50 siswa dengan lima guru.
      Salah satu guru perempuannya sudah menginjak usia lanjut. Meski begitu, dia masih gesit dalam dalam menghadapi siswa-siswanya. Dialah Suparminah 59, guru yang sudah mengajar di TK Pertiwi Kesambi sejak 1982.
    Suparni yang biasa di panggil jari ini merupakan tidak tetap(GTT) yang penuh lika liku. Perjuangan mengajar dan mencerdaskan anak didiknya patut di contoh, meski dengan honor yang tidak sesuai dengan pengabdiaanya.  ''Saya awal mengajar 1982. Honor yang saya terima Rp 4000 per bulan. Waktu itu, saya mengajar dengan jumlah 54 Siswa dan seorang diri. Saya waktu itu di pasrahi desa setempat untuk mendidik anak. Padahal saya tidak ada basic pendidikan guru. Hanya rumah tangga biasa'' kata Suparni.
    Kemudian, setelah berjalan semakin banyak murid di TK tersebut, Jari di bantu seorang guru Sofiatun yang sekarang ini menjadi kepala TK Pertiwi Kesambi. Meski tidak ada basic pendidikan, dengan luwesnya jari mengurus murid dan mendidiknya dengan baik.
    Menurutnya, honor yang di prolehnya di tabung sedikit demi sedikit sampai akhirnya bisa membeli tanah sendiri di tahun 1990 an, Jari kontrak rumah dan sering berpindah pindah. ''Honor saya dulu, kalau tidak mengajar ya, dapatnya cuma Rp 2.000 per bulan, kalau full ngajar baru penuh. Tiap pergantian kepala desa honor naik Rp 10 ribu. Jadi sampai tahun 2000-an honor saya Rp 40 ribu per bulan. Bahkan sering honor guru di pinjami uang dari kepala sekolah,'' tandasnya.
    Jari mengaku, seringkali honor yang di terima menunggu pihak desa menjual sawah (lelangan bengkok) sehingga sering di rapel. Menurutnya, baru baru ini ada peningkatan honor menjadi Rp 140 per bulan dan baru satu tahun ini mendapatkan tunjangan fungsional yang di terimanya tengah tahun sebesar Rp 1,5 juta. 
''Kalau satu tahun saya dapat tunjangan fungsional Rp 3 juta di potong Rp 340 ribu tapi tidak tahu di potong untuk apa. Tapi saya tetap berbagi dengan guru guru  lain yang belum dapat tunjangan, berbagi rezeki dengan lainnya,'' jelasnya.
   Ibu empat anak ini sangat peduli dengan pendidikan. Dia sempat mengikuti tes sertifikasi sampai tiga kali namun tidak lulus. Meski usianya tidak muda lagi, tapi untuk mencari pengalaman dan menambah ilmu tidak kalah dengan guru guru muda. ''Kalau ada seminar saya ikut. Saya juga tidak kecewa belum lulus sertifikasi, saya anggap pengalaman,'' imbuhnya.
   Jari mengatakan, akan tetap mengabdi pada pendidikan sampai dia sudah sudah tidak di butuhkan lagi. Selama masih di perlukan, Jari akan tetap mengajar meski honornya sedikit. Sebab, yang paling penting baginya murid murid bisa pintar dan kelak bisa menjadi orang orang sukses.
   Untuk sekarang ini, kondisi TK Pertiwi yang diajarnya muridnya semakin berkurang karena ada saingan dari TK lain dan Playgroup yang lebih maju. Jari merasa sedih dan prihatin jika suatu saat TK tempat mengajar semakin lama tidak mendapatkan murid dan akhirnya di tutup. ''Saya harap TK ini bisa bertahan lama, kasihan guru guru di sini jika TK-nya bangkrut. Saya ingin pemerintah memperhatikan TK pertiwi yang lokasinya di desa, harapnya.(*Lil)

Sumber: Radar Kudus

#Sang_Pejuang 
*Redaksi